Mengurai Stress Bag 1: Baby, Sapih, dan Gula

Lately I feel so tired, easily irritated, kesabaran cepat habis, dan sangat gelisah. Dipikir-pikir banyak hal yang rupanya aku pendam. Tentang ketakutan, pikiran negatif, harapan yang terlalu banyak tanpa mampu aku gapai dan lainnya. Maka tak disangka mungkin sebenarnya saat ini stress levelku lumayan tinggi.

Ingin kucoba urai satu per satu:

Bagian Pertama

Kekhawatiran proses menyapih anak yang hanya tinggal dua bulan lebih sedikit saja. Sementara frekuensi menyusu belum berkurang, belum berhasil mengurangi bertahap padahal sudah di-planning dari sejak 18 bulan. Ditambah lagi MPASI nya sulit masuk, GTM terus… susah banget mau masuk makanan. Sebulan bisa dihitung berapa hari dia lahap, sisanya makan hanya beberapa sendok yang bisa dihitung jari. Sedih… Mau menerapkan rule tidak ada ASI sebelum MPASI saja sulit, karena dia minta sangat sering…. gimana ngga sering, makannya dia tidak mau… pasti dia lapar maka dia minta ASI… kadang bangun tidur pun maunya langsung ASI. ya ALLAH tolong….

Am I being Lebay?? I guess I AM NOT

Kemarin lihat reels IG seorang dokter, tentang anak yang suka makan sedikit2 tapi ngga mau makan berat. Anak gue banget Dok T.T… Saya pribadi sangat khawatir dan merasa ini berbahaya. Banyak yang menenangkan saya bahwa ini biasa namanya juga anak2, “yang penting ada yang masuk”. Tapi saya tetap tidak tenang, karena bagaimanapun anak (apalagi pada masa usia ia tumbuh pesat) perlu nutrisi untuk tumbuh, dan itu saya yakini hanya bisa diperoleh secara optimal dari real food

Lalu apa kata dokter itu? mungkin penyebabnya justru makanan yang “sedikit-sedikit” itu. Sedikit tapi tinggi gula, akan membuat anak merasa sudah kenyang dan menolak makan berat. Belum lagi saya pernah baca bahwa gula akan membawa “craving/ketagihan”, tentunya bukan bikin anak ketagihan sayuran, tapi ketagihan gula-gula lagi… Dan yang membuat saya khawatir juga bahwa lama-lama lidah anak akan asing dengan rasa masakan asli (real-food), maka dia tak akan mau lagi mencicipi berbagai jenis sayur mayur lauk pauk,bila beruntung masih bisa berakhir dengan nasi,ayam goreng, dan wortel rebus, namun bila tidak maka snack kemasan itulah yang jadi asupannya seharian. 

Di situ saya merasa sedih…bila teringat tentang anak yang hampir selalu GTM ini… Saya rasa sangat mungkin benarlah kata dokter itu. Karena saya perhatikan seringkali real food dia tidak mau, terutama setelah sebelumnya dia melihat (lalu minta, diberi, dan makan) sesuatu yang lebih menarik baginya: cemilan maniskah, snack ultra-proses, minuman kemasan.

Mengapa sulit sekali menghindari hal ini? Tidakkah selesai dengan menyembunyikan semuanya..? Hmm… Mungkin bisa bila hidup berdua dengan anak di satu rumah sendiri dan tidak pergi-pergi… Namun belum cukup bila tidak demikian…. karena dukungan orang sekitar sang anak juga berpengaruh. Semoga dapat menjadi kesadaran kita semua, dan semua orang yang dekat dengan anak-anak (dalam hal ini bayi dibawah dua tahun khususnya), bahwa snack2 ultra-proses dan cemilan tinggi gula mungkin dampaknya tak semanis rasanya bagi anak2. Memang bahagia melihat mereka gembira dengan pemberian kita, siapa yang tak suka melihat senyum lebar anak2 dan keriangan mereka… namun mari pertimbangkan dengan lebih holistik, kini dan nanti… Saya pun tak tega menolak, bila mereka sudah melihat dan minta… Maka siklus kembali berulang…   

Maka saya rasa penting untuk setiap yang dekat dengan anak-anak, tahu bahaya yang mungkin tidak terlalu nampak dan terasa ini. Tidakkah lebih baik bagi kita menggenggam misi mulia, untuk bisa menjaga lidah asli mereka, yang mungkin masih “serba murni”.  Lidah petualang mereka dalam mencoba berbagai rasa. Jauhkan dari buaian manisnya gula, yang mampu melumpuhkan keinginan untuk mencoba demikian luasnya ragam rasa yang ada dari buah sayur dan lauk pauk yang asli.  Bila masa kecil adalah masa membangun preferensi lidah anak, maka preferensi yang bagaimana yang akan kita wariskan? (NTMS → bundanya juga makan beragam yahh saat hamil dan menyusui tentunya)

Tinggalkan komentar